Thursday, October 18, 2012

Mencari: Kita Berjumpa, Tapi Sadarku Masih Dititip



AKHIRNYA KITA BERJUMPA
lagi, kawan. Apa kabarmu? Maaf, aku sama sekali tak menyapamu. Aku hanya bisa tersenyum dan terdiam menatapi bumi. Aku terlalu pemalu untuk menatap langit.

Jangan kau pandangi aku seperti itu. Aku masih temanmu, namun harus kuakui, agak sulit bagiku untuk mengingat masa lalu. 
Dan ternyata aku sangat lelah mengingat masa lalu. Padahal aku ingin mengajakmu birbincang, sekedar membicarakan rock and roll, ataupun dunia film yang sudah lama tak kuikuti.

Aku rentah. Mengangkat sepotong makanan saja terasa berat. Mengunyah makanan pun aku lambat.

Dalam benakmu pasti penuh pertanyaan, apa yang sedang aku rasakan?


Di lubuk hati yang terdalam sebenarnya aku sedang berusaha mengembalikan sang sadar, melawan sang tenang. Tapi kenapa mereka tidak kembali dengan cepat? Padahal dia adalah hak dasar yang seharusnya jadi milikku selamanya.

Kesal sendiri, aku hanya bisa menggelengkan kepala, mengernyitkan dahi, sampai akhirnya memukul pahaku sendiri sebagai tanda kesal.

Ugghhhh... Ternyata aku belum cukup kuat melawan sang tenang.

Aku lupa menitipkan sadar di mana. Jika ia sudah kembali, aku berjanji tak akan menitipkannya lagi, bahkan ke saudara kandungku sekalipun. Karena hanya dialah yang menyadarkanku tentang aktivitas sehari-hati, mulai dari makan, buang air, sampai menikmati hobiku.

Sekian dulu perjumpaan kita. Maaf jika aku tak memberi salam perpisahan.

Tawuran Dini Hari


BELAKANGAN INI SAYA sering lihat sekelompok pemuda tanggung, mungkin SMP atau SMA, berjalan bergerombol pada dini hari. Saya sering jumpai mereka di akhir pekan selepas jam 12 malam, kadang saya melihat dua sampai tiga gerombolan. Apa yang mereka lakukan di saat semua orang tertidur lelap?

Pada Minggu dini hari, 14 Oktober 2012, saya pulang dari rumah teman pukul 4 pagi. Teman saya tinggal di Rawamangun, Jaktim, dan saya tinggal di Bintara, Bekasi Barat. Saya pulang lewat jalan layang Klender yang di bawahnya tepat adalah Pasar Klender.

Saya tancap gas motor untuk menanjak jembatan layang. Tiba-tiba, saya jumpai sekelompok pemuda tanggung lari-lari di tengah jalan raya. Mungkin jumlah mereka sekitar 15 sampai 20 orang. Jalan yang saya lewati dipenuhi pecahan-pecahan batu.

OMG, ternyata mereka saling menimpuk batu, sambil mengeluarkan kata-kata kasar. Lawan mereka ada di sebrang jalan, juga menimpuki dengan batu.

Mereka tawuran! Tawuran saat dini hari tepatnya. Tawuran gelap gulita.

Saya dan pengendara lain membunyikan klakson kepada dua kelompok yang tawuran ini. Tentu saja, kami bermaksud untuk melerai mereka. Namun, usaha untuk melerai itu kandas setelah saya melihat ada kilauan cahaya dari sebuah benda yang dipegang oleh salah seorang pemuda. Saya yakin itu benda tajam, entah itu pisau atau semacam golok.

Buset! Saya berhenti membunyikan klakson dan langsung tancap gas. Ada rasa takut mereka bertindak di luar kendali. Pikiran saya tertuju ke peristiwa tawuran berdarah di Jakarta bulan September 2012. Pertama, antara SMA 70 dan SMA 6 yang menewaskan 1 siswa. Kedua, antara SMA Yayasan Karya 66 dan SMK Kartika Zenni yang juga menewaskan 1 siswa.

Begitu sudah dekat di rumah, saya kembali melihat segerombol anak yang jalan petantang-petenteng, teriak-teriak sok nguasain jalan, dan bawa benda-benda ga jelas.

Alamak, apa tawuran tengah malam sedang tren? Mendingan tidur deh....