Thursday, October 28, 2010

Promosi Durian Runtuh buat Timur Pradopo

Dari delapan nama calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Markas Besar Polri bersama Komisi Kepolisisan Nasional meloloskan dua calon. Yakni Komisaris Jendral Nanan Soekarna dan Komisaris Jendral Imam Sudjarwo.

Nanan Soekarna dekat dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ia juga sempat mencari dukungan Aburizal Bakrie, pada Agustus lalu. Otomatis, politikus Partai Golongan Karya (Golkar) mendukungnya. Hal ini menyebabkan Presiden Yudhoyono tidak suka kepadanya.

Imam Sudjarwo, yang sebelumnya berpangkat Inspektur Jendral bintang dua, dinaikan pangkatnya menjadi Komisaris Jendral bintang tiga, pada 20 September lalu.

Presiden Yudhoyono didukung Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya, lebih menyukai Imam Sudjarwo. Karena terkenal loyal pada atasan. Dan yang terpenting, tidak berpolitik.

Imam lama bertugas di kesatuan Brigade Mobil, unit semimiliter di kepolisian. Ia juga kakak ipar dari Mayor Jendral Pramono Edhie Wibowo, Panglima Kodam Siliwangi, Jawa Barat, yang tak lain adalah adik dari istri Presiden, Ani Yudhoyono. Karena kedekatannya dengan Presiden, Imam diprediksi sebagai calon kuat. Sejak itu, nama Nanan meredup.

Namun ternyata, Partai Golkar tidak merestui Imam. Muncul wacana untuk memadukan dua calon itu. Kabar beredar Presiden Yudhoyono menginginkan Imam menjadi Kapolri, dan Nanan jadi Wakil Kapolri (Wakapolri). Tapi, politikus Golkar menginginkan sebaliknya. Nanan jadi Kapolri, Imam sebagai Wakapolri.

Desakan Golkar membuat Presiden bimbang. Ia tak mau membuat hubungan politiknya dengan Golkar menjadi tak harmonis. Padahal, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan hak prerogratif Presiden.

Akhirnya, muncul gagasan untuk mengajukan calon kuat yang ketiga.

Pada 4 Oktober, siang hari, Timur Pradopo dikukuhkan sebagai Komisaris Jendral bintang tiga oleh Bambang Hendarso.

Malam harinya, Presiden Yudhoyono langsung mengirim surat ke Ketua DPR Marzuki Alie. Surat itu meyatakan bahwa Timur adalah satu-satunya nama yang diusulkan sebagai calon Kapolri.

"Memberhentikan Bapak Jenderal (Pol) Drs Bambang Hendarso Danuri, MM, karena akan memasuki masa pensiun pada 31 Oktober yang akan datang, dan mengangkat Komjen (Pol) Timur Pradopo sebagai calon kapolri," demikian Marzuki membacakan isi surat Presiden di ruang kerjanya di Gedung DPR, Jakarta (Kompas.com, diakses tanggal 8 Oktober 2010).

Seperti mendapat durian runtuh. Dalam sehari, Timur naik pangkat dua kali. Siang bintang tiga, malam bintang empat. Skenario singkat ini sarat pertimbangan politik. Penilaian tidak didasari berdasarkan integritas dan prestasi.

Kedekatan Timur dengan Presiden Yudhoyono jadi faktor penting. Timur pernah bertugas sebagai pasukan perdamaian untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bosnia-Herzegovina pada 1995. “Dari sanalah muncul kabar dia dekat dengan SBY, karena sama-sama pernah bertugas di Bosnia,” kata Neta Pane, Ketua Indonesia Police Watch (Tempo edisi 19-25 Juli 2010).

Keesokan harinya, 6 Oktober, Marzuki mengundang Timur dalam sebuah pertemuan tertutup di DPR. Pertemuan ini mengundang kecurigaan. "Kami hanya bicara mekanisme fit and proper test, itu saja," kata Marzuki Alie (Tempointeraktif.com, diakses tanggal 7 Oktober 2010).

Uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Timur di DPR diprediksi akan mulus. Pasalnya, partai-partai koalisi berada dalam satu barisan mendukung Timur. Bahkan, partai oposisi PDIP dan Hanura juga mendukungnya.

Dilihat dari rekam jejaknya, Timur punya catatan buruk.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), yang ditugaskan memberi penilaian kedelapan calon oleh Komisi Kepolisian Nasional, menilai Timur adalah calon yang terburuk dalam perspektif HAM.

Komas HAM mempertanyakan tanggung jawab Timur terkait penembakan empat mahasiswa Trisakti, pada 1998. Saat itu, Timur menjabat Kapolres Jakarta Barat. Sudah dua kali Timur dipanggil Komnas HAM, tapi Ia mangkir.

Saat menjabat Kapolres Jakarta Pusat, Timur juga tidak memberi penjelasan dalam kasus penembakan demonstrasi di Semanggi pada 1999, yang menewaskan seorang mahasiswa Universitas Indonesia Yap Yun Hap.

Saat jadi Kapolda Metro Jaya pun, Timur tak bisa menangkap pelaku penyiksaan aktivis Indonesia Corruption Watch Tama Langkun. Ia juga gagal mengantisipasi bentrokan di Ampera Raya, Jakarta Selatan, dua minggu lalu, yang menewaskan tiga orang.

Pada bulan puasa lalu, Timur merangkul Front Pembela Islam (FPI) dalam pengamanan daerah selama bulan Ramadhan. FPI dikenal sebagai organisasi yang anarkis dan sering melanggar HAM, tapi Timur tetap memberdayakan organisasi pimpinan Habib Mohammad Rizieq itu.

Kini, masyarakat menunggu penjelasan Presiden Yudhoyono. Alasan apa yang akan dikatakan sehingga Presiden yakin, Timur dapat membenahi korps seragam cokelat yang dinilai sebagai lembaga terkorup. Penjelasan “dia calon terbaik” adalah jawaban yang dangkal, dan tidak memuaskan rasa penasaran masyarakat.

No comments:

Post a Comment